Tuesday, September 9, 2008

Daop VIII Surabaya Sediakan 40.066 Tempat Duduk

PT Kereta Api Daerah Operasi (Daop) VIII Surabaya akan menyediakan 40.066 tempat duduk untuk mengantisipasi penumpang yang akan mudik lebaran tahun 2008. Kapasitas tempat duduk sebesar itu digunakan untuk mengantisipasi peningkatan jumlah calon penumpang yang akan mudik dari Surabaya.
”Kita prediksikan jumlah penumpang angkutan lebaran kali ini dari Surabaya sebesar 758.368 penumpang,” kata Kepala Daerah Operasi VIII Mulianta Sinulingga kepada tabloid-onboard.com di Surabaya, kemarin.
Menurutnya, kapasitas penumpang sebesar itu terdiri dari layanan kereta api reguler jarak jauh sebesar 12.174 kapasitas, kereta reguler jarak dekat sebesar 13.216 kapasitas, kereta api lokal (KRD dan Komuter) sebesar 12.724 kapasitas, dan kereta tambahan khusus lebaran yang diusulkan sekitar 1.952 kapasitas.
Pada kesempatan itu, Mulianta juga mengatakan bahwa pihaknya akan membatasi jumlah penumpang KA Ekonomi hingga maksimal 150 persen dari kapasitas angkut kereta api. Sedangkan untuk KA Bisnis diberikan toleransi hingga maksimal 125 persen. ”Kami juga membatasi jumlah pembeli karcis, satu pengantre hanya bisa membeli maksimal untuk empat orang,” ujarnya.
Sebagai tambahan layanan terhadap calon penumpang selama masa angkutan lebaran ini, Daop VIII akan menyiapkan pos kesehatan di beberapa stasiun seperti Stasiun Gubeng, Pasar Turi, Surabaya Kota, Wonokromo, Sidoarjo, bangil, Malang, Blitar, dan Babat. ”Kami juga akan menayangkan sisa tempat duduk selama tujuh hari di reservasi Surabaya Gubeng dan Pasar Turi, termasuk jadwal dan tarif,” kata Mulianta.
Menurutnya, tarif dan sisa tempat duduk untuk kereta api yang pelayanan tiketnya sudah menggunakan sistem online, bisa diakses lewat internet di www.kereta-api.com. (has)

.

DAMRI Surabaya Berhasil Tekan Kerugian Miliaran Rupiah

Perum DAMRI Surabaya mengaku telah berhasil menekan angka kerugian operasi perusahaan hingga miliaran rupiah selama tiga tahun terakhir ini. Demikian menurut Kepala Tata Usaha Perum DAMRI Surabaya Sugeng Prayitno kepada tabloid-onboard.com di Surabaya, kemarin.
”Alhamdulillah selama tiga tahun terakhir ini kami sedikit demi sedikit dapat mengurangi angka kerugian. Bahkan tahun depan kami sudah memproyeksikan keuntungan di atas satu miliar,” kata Sugeng.
Sugeng mengatakan, sejak tahun 2006 hingga pertengahan tahun 2008, kondisi keuangan DAMRI Surabaya telah jauh membaik. Laporan keuangan tahun 2006, DAMRI Surabaya mengalami kerugian hingga Rp5 miliar. Kemudiaan pada tahun 2007 kerugiannya tinggal Rp1,7 miliar. ”Tahun 2008 ini, kami diberi target oleh pusat untuk mencetak laba satu miliar lebih. Dan kami optimis, lebih dari separuh target itu tercapai. Artinya, DAMRI Surabaya tidak merugi lagi,” tutur Sugeng.
Menurut Sugeng, sebelumnya kondisi DAMRI Surabaya sangat memprihatinkan. Selain perusahaan terus mengalami kerugian, semangat kerja karyawan pun mengalami penurunan. Bahkan sebagian karyawan yang tidak puas terhadap kondisi perusahaan sempat melakukan aksi unjuk rasa. ”Sekarang semangat kerja mereka sudah mulai pulih. Semua karyawan telah menyadari bahwa perusahaan ini adalah tempat untuk mencari nafkah dan menghidupi keluarga,” ujarnya.
Sugeng mengaku, pada awalnya untuk mengembalikan semangat mereka untuk bekerja sebaik-baiknya sangat sulit. Tetapi setelah dilakukan berbagai pendekatan dan diberikan pemahaman, serta komitmen perusahaan terhadap nasib mereka. Akhirnya karyawan kembali mau berusaha mempertahankan dan mengembangkan DAMRI Surabaya. ”Sekarang kami sudah tidak lagi kesulitan membayar gaji. Setiap tanggal 25 mereka sudah bisa ambil gajinya. Malah bulan ini, terkait dengan lebaran, kami berjanji akan menyediakan gaji mereka pada tanggal 20,” tutur Sugeng. (has)

Naik KA Eksekutif Gratis ke Tempat Kerja

Pagi tadi, Selasa (9/9), jam sudah menunjukkan pukul 07.30 ketika Kereta Api (KA) Eksekutif Argo Bromo Anggrek jurusan Surabaya-Jakarta memasuki Stasiun Jatinegara, Jakarta Timur. Kedatangan KA eksekutif ini memang melenceng dari jadwal yang telah ditetapkan dan tercantum di karcis. Seharusnya Argo Bromo Anggrek sudah memasuki Stasiun Gambir, Jakarta Pusat pada pukul 06.30.

Tapi tulisan ini bukan untuk menyoal keterlambatan kedatangan kereta yang memang sudah menjadi hal biasa dan tidak ada perbaikan sejak dahulu. Ada kejadian yang menurut penulis sangat menarik dan seharusnya menjadi salah satu persoalan dari sekian persoalan yang harus segera dicarikan jalan keluarnya oleh manajemen PT Kereta Api, atau setidaknya oleh manajemen PT Kereta Api Daerah Operasi (Daop) I, Jakarta.

Seperti kebiasaan selama ini, KA Eksekutif yang datang dari arah timur, seperti Cirebon, Bandung, Semarang, dan Surabaya, selalu berhenti di Stasiun Jatinegara untuk menurunkan sebagian penumpang yang memang hendak turun di stasiun tersebut. Pagi itu, KA Argo Bromo Anggrek yang berangkat dari Stasiun Pasar Turi sekitar pukul 20.00, hari Senin, juga berhenti.

Dan juga sudah seperti kebiasaan selama ini, rangkai kereta belum berhenti total di stasiun, tapi pintu kereta sudah terbuka. Mungkin, lagi-lagi sudah menjadi kebiasaan selama ini, untuk memberi kesempatan kepada para porter berebut melompat masuk. Siapa tahu ada penumpang yang membutuhkan jasanya.

Belum lagi para penumpang dan porter turun dari gerbong, ada serombongan ”penumpang” yang masuk dan langsung menduduki kursi kosong yang ditinggal berdiri oleh penumpang yang hendak turun. Kejadian itu terus terang membuat hari bertanya-tanya. Kenapa orang-orang yang rata-rata berpakaian rapi dan necis itu tiba-tiba duduk dan ada yang langsung baca koran. Padahal, selama perjalananan antara Surabaya sampai ke Jatinegara tersebut, tidak ada penumpang yang tidak kebagian duduk.

Naluri untuk bertanya seketika muncul. Dan kebetulan salah satu dari ”penumpang” itu duduk bersebelahan. Sebagai jurnalis yang telah mendapat pelatihan mengajukan berbagai pertanyaan terselubung, mengorek jawaban dari ”penumpang” tersebut tidaklah sulit. Dan ternyata, serombongan ”penumpang” yang baru masuk gerbong itu adalah benar-benar orang yang menumpang alias tidak berbayar.

Mereka adalah para pekerja di wilayah kota dan sekitarnya. Setiap hari memang sengaja naik KA Eksekutif (Argo Bromo Anggrek, Sembrani, dll) yang berhenti di Stasiun Jatinegara menuju Stasiun Gambir. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Stasiun Kota dan sekitarnya dengan KA Ekspress Pakuan yang memang berhenti di Stasiun Gambir. Tentunya dengan modus yang sama, yakni tak membayar karcis.

”Lumayan bisa mengurangi biaya transport. Enak tiap hari bisa naik kereta ber-AC dan tidak harus berdesak-desakan,” kata Bastaman, seperti tidak merasa bersalah telah melakukan perbuatan tak terpuji.

Dia mengaku selama ini tidak pernah ada pemeriksaan, baik di KA Eksekutif maupun KA Ekspress Pakuan. Kondektur juga siapa yang akan mengira kalau mereka itu para penumpang gelap. Sebenarnya yang paling mudah bisa mendeteksi adalah para penjaga karcis di pintu masuk dan keluar stasiun. Tapi kita sudah sama-sama tahu bahwa dalam hal ini PT Kereta Api pun seperti tutup mata. Selain itu, banyak pintu-pintu tikus yang memungkinkan bagi orang-orang bermental rendah seperti di atas untuk memanfaatkan.

Sebagian besar mental masyarakat kita memang masih sakit. Celakanya, PT Kereta Api pun seolah-olah menganggap biasa terhadap kejadian-kejadian yang merugikan tersebut. (Aliyudin Sofyan)