Tuesday, September 9, 2008

Naik KA Eksekutif Gratis ke Tempat Kerja

Pagi tadi, Selasa (9/9), jam sudah menunjukkan pukul 07.30 ketika Kereta Api (KA) Eksekutif Argo Bromo Anggrek jurusan Surabaya-Jakarta memasuki Stasiun Jatinegara, Jakarta Timur. Kedatangan KA eksekutif ini memang melenceng dari jadwal yang telah ditetapkan dan tercantum di karcis. Seharusnya Argo Bromo Anggrek sudah memasuki Stasiun Gambir, Jakarta Pusat pada pukul 06.30.

Tapi tulisan ini bukan untuk menyoal keterlambatan kedatangan kereta yang memang sudah menjadi hal biasa dan tidak ada perbaikan sejak dahulu. Ada kejadian yang menurut penulis sangat menarik dan seharusnya menjadi salah satu persoalan dari sekian persoalan yang harus segera dicarikan jalan keluarnya oleh manajemen PT Kereta Api, atau setidaknya oleh manajemen PT Kereta Api Daerah Operasi (Daop) I, Jakarta.

Seperti kebiasaan selama ini, KA Eksekutif yang datang dari arah timur, seperti Cirebon, Bandung, Semarang, dan Surabaya, selalu berhenti di Stasiun Jatinegara untuk menurunkan sebagian penumpang yang memang hendak turun di stasiun tersebut. Pagi itu, KA Argo Bromo Anggrek yang berangkat dari Stasiun Pasar Turi sekitar pukul 20.00, hari Senin, juga berhenti.

Dan juga sudah seperti kebiasaan selama ini, rangkai kereta belum berhenti total di stasiun, tapi pintu kereta sudah terbuka. Mungkin, lagi-lagi sudah menjadi kebiasaan selama ini, untuk memberi kesempatan kepada para porter berebut melompat masuk. Siapa tahu ada penumpang yang membutuhkan jasanya.

Belum lagi para penumpang dan porter turun dari gerbong, ada serombongan ”penumpang” yang masuk dan langsung menduduki kursi kosong yang ditinggal berdiri oleh penumpang yang hendak turun. Kejadian itu terus terang membuat hari bertanya-tanya. Kenapa orang-orang yang rata-rata berpakaian rapi dan necis itu tiba-tiba duduk dan ada yang langsung baca koran. Padahal, selama perjalananan antara Surabaya sampai ke Jatinegara tersebut, tidak ada penumpang yang tidak kebagian duduk.

Naluri untuk bertanya seketika muncul. Dan kebetulan salah satu dari ”penumpang” itu duduk bersebelahan. Sebagai jurnalis yang telah mendapat pelatihan mengajukan berbagai pertanyaan terselubung, mengorek jawaban dari ”penumpang” tersebut tidaklah sulit. Dan ternyata, serombongan ”penumpang” yang baru masuk gerbong itu adalah benar-benar orang yang menumpang alias tidak berbayar.

Mereka adalah para pekerja di wilayah kota dan sekitarnya. Setiap hari memang sengaja naik KA Eksekutif (Argo Bromo Anggrek, Sembrani, dll) yang berhenti di Stasiun Jatinegara menuju Stasiun Gambir. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Stasiun Kota dan sekitarnya dengan KA Ekspress Pakuan yang memang berhenti di Stasiun Gambir. Tentunya dengan modus yang sama, yakni tak membayar karcis.

”Lumayan bisa mengurangi biaya transport. Enak tiap hari bisa naik kereta ber-AC dan tidak harus berdesak-desakan,” kata Bastaman, seperti tidak merasa bersalah telah melakukan perbuatan tak terpuji.

Dia mengaku selama ini tidak pernah ada pemeriksaan, baik di KA Eksekutif maupun KA Ekspress Pakuan. Kondektur juga siapa yang akan mengira kalau mereka itu para penumpang gelap. Sebenarnya yang paling mudah bisa mendeteksi adalah para penjaga karcis di pintu masuk dan keluar stasiun. Tapi kita sudah sama-sama tahu bahwa dalam hal ini PT Kereta Api pun seperti tutup mata. Selain itu, banyak pintu-pintu tikus yang memungkinkan bagi orang-orang bermental rendah seperti di atas untuk memanfaatkan.

Sebagian besar mental masyarakat kita memang masih sakit. Celakanya, PT Kereta Api pun seolah-olah menganggap biasa terhadap kejadian-kejadian yang merugikan tersebut. (Aliyudin Sofyan)

No comments: